Tingkatan Tauhid

Adapun terkait dengan tingkatan dan derajat tauhid, ulama dan para teolog membahas masalah ini dan menjadi bahan perdebatan serta dialektika di antara mazhab popular teologi.

Di sini, pertama-tama kita akan menjelaskan sub-sub pembahasan, kemudian kita akan membahasnya satu per satu dalam bentuk yang sangat ringkas dan padat, mengingat terbatasnya ruang dan waktu.

Ulama dan para teolog mengklasifikasikan tauhid sebagai berikut:

1. Tauhid dzati.

2. Tauhid sifat

3. Tauhid pada penciptaan (khaliqiyyah)

4. Tauhid pada pengaturan (rububiyyah)

5. Tauhid pada keberkuasaan (hakimiyyah)

6. Tauhid dalam ketaatan (itha'at)

7. Tauhid dalam penetapan Hukum (tasy'ri)

8. Tauhid dalam ibadah ('ubudiyyah)


1. Tauhid Dzati 
Tauhid dzati artinya Allah adalah Esa dan tiada yang sama dan serupa dengan-Nya. Salah satu sifat Allah Swt yang paling nyata adalah Esa (Tunggal) dan dua baginya tidak dapat digambarkan. Hal ini dalam bahasa para teolog disebut sebagai tauhid dzati. Dengan tauhid dzati ini mereka menafikan segala sesuatu yang serupa dan semisal dengan Allah Swt. Terkadang juga yang dimaksud dengan tauhid dzati adalah bahwa Allah Swt itu adalah Esa, artinya basith (simpel) dan tidak dapat digambarkan rangkapan bagi-Nya.

Untuk dapat membedakan dua jenis tauhid dzati ini, para teolog menyebut tauhid yang pertama adalah tauhid ahadi yang menyinggung persoalan ini bahwa dua bagi Allah Swt tidak dapat digambarkan. Adapun maksud para teolog dengan tauhid dzati bagian kedua adalah bahwa Allah Swt tidak memiliki rangkapan dan wujud Tuhan itu adalah simpel (basith).

Allah Swt dalam surah Al Ikhlas (Tauhid) menyebutkan dua jenis tauhid ini. Pada bagian awal-awal surah ini, Allah Swt berfirman: "Qul Huwallahu Ahad." (Katakanlah Allah itu Esa). Inilah yang disebut sebagai tauhid dzati yang bermakna bahwa Allah Swt tidak memiliki rangkapan. Dan pada akhir surah, Allah Swt berfirman, "Wa lam yakun lahu kufuwan ahad." (Tiada satu pun yang serupa dengan_Nya); artinya bahwa tiada yang kedua bagi Allah Swt. 

2. Tauhid Sifat 
Para teolog dalam masalah ini sepakat dan mencapai konsensus (ijma) bahwa Allah Swt memiliki seluruh sifat keindahan dan kesempurnaan; seperti, ilmu, qudrat, hayat (hidup) dan sebagainya yang merupakan sifat dzati. Namun mereka berbeda terkait dengan bagaimana Allah Swt tersifatkan dengan sifat-sifat ini. Mazhab Imamiyah (Syiah 12 Imam) meyakini bahwa sifat Allah Swt adalah identik (sama) dengan Dzat-Nya. Muktazilah berpandangan bahwa Dzat merupakan wakil (naib) dari sifat, tanpa adanya sebuah sifat pada Tuhan. Akan tetapi Asy'ri berkata: Sifat kamaliyah (kesempurnaan) adalah berbeda (zaid) dengan Dzat baik dari sisi konsep (mafhum) atau pun obyek luaran (misdaq). 

Pembahasan ini adalah tergolong sebagai pembahasan jeluk dan menjuntai teologis yang bukan tempatnya di sini untuk membahasnya secara detil. Oleh itu, kami hanya mencukupkan dengan menukil pandangan global tiga mazhab teologis saja.

3. Tauhid dalam Penciptaan (khaliqiyyah) 
Dalil-dalil dan argumen-argumen rasional mengatakan bahwa pada dunia wujud tiada satu pun pencipta selain Allah Swt. Entitas-entitas kontingen (maujudat imkan), pengaruh dan aktifitasnya, bahkan seluruh ciptaan dan temuan manusia pada hakikatnya, tanpa hiperbol (mubalagha), adalah ciptaan Allah Swt. Segala yang terdapat di alam semesta seluruhnya adalah makhluk-Nya, hanya saja sebagian dari makhluk tersebut dengan perantara dan sebagiannya tanpa perantara.

Hal ini adalah sesuatu yang telah ditetapkan melalui dalil-dalil dan argumen-argumen rasional (aqli) dan referensial (naqli). Di antara dalil dan argumen tersebut adalah sebagai berikut:

قُلۡ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ قُلِ ٱللَّهُ‌ۚ

" Katakanlah, 'Siapakah Tuhan langit dan bumi?' Jawablah, 'Allah.' " (Qs. Al Ra'ad :16)

ٱللَّهُ خَـٰلِقُ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬‌ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ وَكِيلٌ۬ 

" Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia_lah pemelihara segala sesuatu " (Qs. Al Zumar :62)

Dalam masalah ini juga (tauhid dalam penciptaan) terdapat perbedaan pendapat di antara mazhab teologis (Imamiyah, Muktazilah, Asy'ariah). Terkait dengan hal ini, Asy'airah berbeda pendapat dengan mazhab Imamiyah dan Muktazilah.

Pandangan Asy'ariah dalam masalah tauhid dalam penciptaan :
Pada tauhid dalam penciptaan, Asy'airah (*Ahlus sunnah wal jama'ah) meyakini bahwa penciptaan hanya terbatas pada Allah Swt, artinya dalam terealisirnya sesuatu, tiada satu pun yang berperan dan berpengaruh selain Tuhan. Selain Allah Swt, tidak berpengaruh pada penciptaan seluruh entitas dan juga bukan pencipta mereka. Tidak secara mandiri juga bukan sebagai penyiap (muid). Dengan keyakinan ini, Asya'irah mengingkari kausalitas, sebab dan akibat di antara seluruh entitas dan makhluk. Mereka menyangka bahwa pengaruh dan alam semesta secara lahir bersumber dari Allah Swt, tanpa adanya hubungan antara benda-benda material dan pengaruh-pengaruhnya. Dalam pandangan Asya'irah, api itu panas karena merupakan sunnah Ilahi yang mengadakan panas melalui wujud api. Tanpa memandang adanya hubungan antara api dan panas. Demikian juga terkait dengan hubungan antara matahari dan cahaya. Mereka meyakini bahwa sunnah Ilahi berkuasa atasnya, dengan adanya matahari dan bulan maka cahaya dan terang muncul. Tanpa memandang adanya sistem dan hukum yang berkuasa (di alam semesta) yang bernama hukum kausalitas. 

Sebagai tandingan pandangan Asy'ariah, Imamiyah dan Muktazilah menjelaskan masalah tauhid dalam penciptaan dengan cara yang lain. Keduanya meyakini, bahwa pembatasan penciptaan pada Allah Swt memiliki makna lain yang menafikan segala sesuatu selain Tuhan. Makna tersebut adalah makna yang sesuai dengan kedudukan Allah Swt. Hal ini di samping ditegaskan oleh akal dan sesuai dengan ayat-ayat Al Qur'an, juga dikuatkan oleh pembahasan-pembahasan ilmiah dalam dialog keseharian manusia. Hal itu adalah: Penciptaan mandiri bersumber dari Dzat Allah Swt dan tidak bersandar pada apa pun. Penciptaan ini terbatas hanya pada Tuhan dan pada tahap ini tiada satu pun yang berserikat dengan Tuhan. Akan tetapi selain Allah Swt, bekerja dan berbuat sesuai dengan izin, titah-Nya dan berlaku sebagai tentara-tentara Allah dan menjalankan perintah Allah Swt. Perbuatan selain Tuhan terjadi berdasarkan hubungan sebab dan akibat, illah dan ma'lul seperti api dan panas. 

4. Tauhid dalam Pengaturan Semesta (rububiyah)
Tauhid dalam pengaturan semesta bermakna bahwa pengaturan seluruh urusan semesta hanya terbatas pada Allah Swt dan pengaturan (rububiyah) Allah bermakna pengaturan-Nya terhadap alam semesta bukan bermakna penciptaan (khaliqiyyah). Tauhid rububiyah adalah keyakinan bahwa baik dan buruk, pengaturan kehidupan seluruhnya berasal dari Allah Swt. Meski di alam semesta ini terdapat sebab-akibat sebagai pengaturan yang lain, akan tetapi semua ini merupakan tentara-tentara dan pesuruh-pesuruh Allah yang berkerja sesuai dengan kehendak dan keinginan-Nya.

Lawan dari tauhid rububiyah ini adalah syirik rububiyah (menyekutukan Allah Swt dalam masalah pengaturan semesta). Syirik dalam masalah pengaturan bermakna bahwa manusia membayangkan bahwa di alam semesta terdapat makhluk-makhluk yang meski merupakan makhluk Allah Swt, akan tetapi Allah Swt menyerahkan (seluruh) pengaturan urusan dan alur kehidupan manusia baik secara takwini (penciptaan) dan secara tasyri'i (hukum) kepada mereka dan setelah penciptaan Allah Swt menarik diri dan urusan alam semesta didelegasikan kepadanya.

5. Tauhid dalam Keberkuasaan (hakimiyyah)
Hal ini bermakna pembatasan kekuasaan pada Allah. Tauhid dalam keberkuasaan bersumber dari tauhid rububiyah. Artinya Rabb (Allah Swt) adalah pemilik dan penguasa marbub (orang-orang yang dipelihara, makhluk). Dengan kata lain, Rabb adalah Pencipta dan Pengada seluruh makhluk dan entitas dari ketiadaan. Dia memiliki hak untuk menggunakan dan menguasai seluruh jiwa dan harta mereka. Dan juga hak untuk mengadakan pembatasan (bagi mereka) dalam menggunakan segala kekuasaan-Nya. Dan telah dibuktikan (pada pembahasan terpisah) bahwa menggunakan harta dan jiwa membutuhkan wilayah (otoritas) atas yang dikuasai dan apabila wilayah ini tidak ada maka penggunaan tersebut adalah penggunaan ilegal.

Mengingat seluruh makhluk dan entitas adalah sederajat di hadapan Allah, seluruhnya adalah makhluk dan membutuhkan, mereka pula bukanlah pemilik bahkan atas wujud, perbuatan dan pikirannya sendiri. Oleh karena itu, tiada seorang pun yang memiliki otoritas (wilayah) secara esensial dan hakiki atas orang lain. Sejatinya, otoritas (wilayah) hanya untuk Allah Swt yang merupakan Penguasa hakiki manusia dan alam semesta yang telah menganugerahkan wujud dan hidup kepadanya. Hal ini dapat dijumpai dalam Al Qur'an sebagaimana Allah Swt sendiri berfirman: 

هُنَالِكَ ٱلۡوَلَـٰيَةُ لِلَّهِ ٱلۡحَقِّ‌ۚ هُوَ خَيۡرٌ۬ ثَوَابً۬ا وَخَيۡرٌ عُقۡبً۬ا 

" Di sana itu, wilayah (otoritas dan kekuasaan) hanyalah kepunyaan Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik pemilik pahala dan akibat (untuk orang-orang yang menaati-Nya) " (Qs. Al Kahf :44) 

Karena itu, keberkuasaan hanya terkhusus dan terbatas hanya untuk Allah dan merupakan salah satu tingkatan tauhid. Jenis tauhid ini dapat dijumpai pada banyak ayat secara lahir yang menunjukkan pada tauhid dalam keberkuasaan: 

إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ‌ۖ يَقُصُّ ٱلۡحَقَّ‌ۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلۡفَـٰصِلِينَ

" Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang hak (dari yang batil) dan Dia-lah sebaik-baik pemisah (antara yang hak dan yang batil) " (Qs. Al An'am :57) 

ثُمَّ رُدُّوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ مَوۡلَٮٰهُمُ ٱلۡحَقِّ‌ۚ أَلَا لَهُ ٱلۡحُكۡمُ وَهُوَ أَسۡرَعُ ٱلۡحَـٰسِبِينَ 

" Kemudian mereka (para hamba) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) adalah kepunyaan-Nya " (Qs. Al An'am :62) 


6. Tauhid dalam Penetapan Hukum (tasyri')

Tauhid dalam penetapan hukum (syariat) bermakna bahwa hak untuk menetapkan hukum dan syariat itu hanya berada di tangan Allah. Dan tiada seorang pun yang dapat menetapkan hukum tanpa merujuk pada Al Qur'an dan Sunnah.

7. Tauhid dalam Ketaatan (itha'a)
Tauhid dalam ketaaatan bermakna bahwa hak ketaatan dan penghambaan hanya berada di tangan Tuhan. Artinya hak ketaatan berasal dari tingkatan tauhid rububiyah. Allah Swt karena merupakan Pemilik manusia, Pengatur alam semesta dan Penata jalan dan alur kehidupannya, maka hak baginya untuk ditaati dan disembah, sebagaimana hak keberkuasaan ada pada-Nya.

Oleh sebab itu, di alam semesta tiada Mutha' (yang ditaati) secara esensial selain Allah Swt atau orang yang diwajibkan oleh Allah untuk ditaati (seperti para nabi dan imam).

Dengan kata lain, lantaran hanya Allah yang merupakan Pemilik wujud manusia dan Tuhan bagi manusia, karena itu ketaatan dan penghambaan hanya terkhusus untuk_Nya. Yang dimaksud dengan ketaatan adalah bahwa manusia dengan wujudnya dan segala nikmat yang didapatkan dari Allah Swt harus digunakan untuk meraih keridhaan Allah. Dan membangkang dari ketaatan ini adalah tanda permusuhan dan aniaya terhadap Tuhan dimana akal menghukumi hal tersebut sebagai perbuatan tercela. 

8. Tauhid dalam Ibadah
Tauhid dalam ibadah bermakna bahwa tiada satu pun yang patut disembah selain Allah. Hal ini merupakan salah satu masalah yang disepakati secara umum oleh kaum Muslimin. Allah berkenaan dengan hal ini berfirman: 

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِى ڪُلِّ أُمَّةٍ۬ رَّسُولاً أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّـٰغُوتَ‌ۖ

" Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu' " (Qs. Al Nahl :36)

Posting Komentar